Kesenian Banyuwangi - Trowongan Tol
Headlines News :
Home » » Kesenian Banyuwangi

Kesenian Banyuwangi

Written By Unknown on Selasa, 11 Juni 2013 | 02.58

Kesenian Banyuwangi

Tari Gandrung

Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen.[1]. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).[rujukan?]Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali.[rujukan?] Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan “paju”[2]
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00)
Jaranan
Wilayah Jawa bagian timur, Ponorogo, Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Malang, hingga Banyuwangi, memiliki banyak kemiripan dalam hal berkesenian. Salah satunya, yaitu kesenian jaranan.
Kesenian jaranan merupakan sebuah kesenian yang memiliki asal sejarah cukup panjang. Kesenian ini lahir saat kerajaan-kerajaan Jawa Kuno mulai berdiri sehingga dapat dikatakan kesenian ini merupakan tradisi leluhur masyarakat Jawa Timur.
Kita patut berbangga karena di era modern ini masyarakat Indonesia masih melestarikan kesenian-kesenian daerah yang sudah berumur ratusan tahun untuk selalu mengingat sejarah atau asal-usul kita.
Kesenian jaranan ini sempat dilarang tampil oleh pemerintah saat terjadinya pemberontakan PKI. Isu yang beredar saat itu mengatakan bahwa seniman jaranan terlibat dalam organisasi PKI, sementara PKI dianggap sebagai musuh dan pengkhianat negeri.
Oleh karena itu, banyak seniman jaranan yang ditangkap dan menjadi tahanan politik pada saat itu. Namun, kini, kesenian ini boleh kembali dipentaskan. Bahkan, mendapatkan apresiasi yang baik dari dinas kepariwisataan Republik Indonesia.
Kesenian jaranan sebetulnya memiliki sisi magis atau sarat dengan nilai-nilai spiritualitas masyarakat Jawa. Kesenian ini menampilkan aksi para penari yang melenggak-lenggok di atas kuda mainan atau sering juga disebut dengan istilah kuda kepang atau jaran kepang (jaran adalah bahasa Jawa untuk kuda).
Tarian kuda kepang diiringi oleh beberapa instrumen dari gamelan (seperangkat alat musik tradisional Jawa), seperti gong, kendang, adapula alat musik terompet, dan sebagainya. Meriah sekali.
Lalu, terdapat juga para pawang yang siap mengamankan kesenian ini jika para penunggang kuda tersebut mulai kesurupan atau dirasuki roh halus.
Dalam perkembangannya, kesenian jaranan ada yang dikombinasikan dengan kesenian yang lebih modern, yaitu melakukan variasi musik pengiring dan mencampurnya dengan jenis musik samroh, dangdut, atau campur sari.
Gerakan penari jaranan ini juga mulai bervariasi. Ada yang tetap dengan 24 gerakan yang mengikuti pakem gerakan jaranan Wijaya Putra, ada yang 14 gerakan dengan pakem Joyoboyo, dan yang paling sedikit gerakannya adalah pakem gerakan Ronggolawe (hanya 5-6 gerakan). Bahkan, di daerah Banyuwangi, ada jaranan buto yang merupakan variasi lain dari kesenian jaranan.
Menikmati tontonan kesenian jaranan ini sungguh mengasyikkan. Melihat gerakan-gerakan penari yang lincah di atas kuda kepang sambil sesekali memutar-mutar kuda tersebut seakan mereka benar-benar sedang menunggangi kuda hidup.
Terlebih dengan alunan musik yang rancak ditambah aksesoris lain yang bisa berupa pecut ataupun krincing yang berbunyi setiap kali penari menghentakkan kaki di tanah.
Tontonan yang begitu sarat dengan sejarah leluhur ini memang tidak pernah membosankan. Jika bukan kita yang terus melestariakan kebudayaan warisan leluhur, lalu siapa lagi?
Dengan menyaksikan tontonan kesenian tradisional seperti kesenian jaranan ini, Anda pun telah turut berpartisipasi melestarikan budaya bangsa.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Trowongan Tol - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template